Melawan OtoritasTanpa Batas SekteAgama

15 Juni 2010

Judul: Stolen Innocnece, Kisah Nyata
Pengantin Belia di Sekte Poligami
Penulis : Elissa Wall dan Lisa Pulitzer
Penerbit : Dastan Books, Jakarta,
september 2009
Pengultusan terhadap pemimpin
agama memunculkan
kecenderungan untuk
menganggapnya sebagai otoritas
yang tidak terbantahkan, baik ajaran
maupun perintahnya. Bahkan bukan
tidak mungkin otoritas tersebut
dianggap sebagai pemegang wahyu
Tuhan dengan wewenang tanpa
batas.
Kepemilikian wewenang seperti
inilah yang membuat pemimpin
agama tergoda untuk
menyelewengkan ajaran agama
dengan maksud mempertahankan
status quo dan memperoleh
keuntungan, misalnya saja secara
finansial, untuk dirinya sendiri.
Meskipun karena itu banyak
pengikutnya yang dirugikan dan
diperlakukan secara tidak
manusiawi.
Inilah yang terjadi pada sekte
Mormon The Fundamentalist
Church of Latter Day Saints--Gereja
Fundamental Orang Kudus Akhir
Jaman Akhir--(FLDS). Di sekte ini
pemimpin agama yang disebut
sebagai nabi, memiliki wewenang
yang sangat luas. Kata-katanya
adalah wahyu Tuhan yang harus
dipatuhi. Pembangkangan
terhadapnya adalah sebuah dosa
yang tidak terampuni. Para
pembangkang tidak akan mendapat
tempat di komunitas maupun di
dalam kerajaan surga.
Dalam sekte ini, poligami menjadi
suatu syarat yang harus dipenuhi
oleh lelaki jika ingin masuk ke surga.
Paling tidak seorang lelaki harus
memiliki tiga orang istri agar pintu
surga terbuka untuk dirinya. Alhasil,
para pemuka FSLD dapat
memperistri lebih dari sepuluh
orang perempuan dengan puluhan
anak yang hidup bersamanya dalam
sebuah rumah. Dapat dibayangkan,
beragam persoalan maupun konflik
yang bakal terjadi dengan kondisi
seperti ini.
Para perempuan dapat saja menolak
jika dengan praktik ini. Namun
dengan keyakinan, yang selalu
ditanamkan oleh pemimpin agama
di kelompok mereka, bahwa titah
nabi adalah perintah Tuhan, maka
tidak banyak diantara mereka yang
berani untuk melawan. Mereka
menerima begitu saja perlakuan
menyakitkan dari suami mereka.
Pembenarannya adalah, hal itu
mereka lakukan untuk memenuhi
rencana penciptaan Tuhan, yakni
mengangkat mereka ke surga.
Adalah Elissa Wall, salah satu putri
keluarga pengikuit FLDS. Ia adalah
salah satu kisah tragis anak-anak
yang dibesarkan di lingkungan sekte
itu. Ia tidak hanya diajarkan untuk
selalu patuh pada setiap perintah
dan larangan yang keluar dali mulut
nabi, namun juga dipaksa untuk
menikah dengan orang yang tidak
dicintainya, bahkan dibencinya, di
usia yang masih sangat muda.
Pernikahan yang diatur dan
direkayasa oleh nabi tersebut,
memang membuat Elissa
mengalami depresi berat. Berkali-kali
ia menemui nabi untuk menjelaskan
situasi dan kondisi dirinya, namun
sang nabi tidak memedulikannya.
Alasan Elissa bahwa ia masih muda
dan sangat tidak siap untuk
menikah, tidak digubris oleh sang
nabi.
Akhirnya dari malam ke malam
tidak lebih dari neraka bagi Elissa. Ia
dipaksa oleh Allen, suaminya, untuk
melakukan hubungan badan. Elissa
menolak karena merasa katakutan
dengan sesuatu yang sama sekali
belum pernah didengar ataupun
diketahuinya. Namun Allen terus
memaksa. Ia pun memerkosa
Elissa.
Apa yang dilakukan oleh Elissa wajar
saja, sebab di lingkungan dimana
seorang pemuda selalu disamakan
dengan "ular berbisa", sangat sulit
baginya untuk tiba-tiba menerima
kehadiran seorang lelaki di
sampingnya menjelang tidur. Elissa
benar-benar tidak bisa menerima
kenyataan yang saat itu tengah
dihadapinya.
Elissa mencoba untuk mejelaskan
apa yang dialaminya di rumah
kepada nabi. Ia juga menyampaikan
berbagai keluhan kepada nabi.
Namun untuk ke sekian kalinya sang
nabi tidak ambil peduli dengan
penderitaan yang dialami oleh Elissa.
Bagi nabi, seorang istri harus
mematuhi kata suami sebab "istri
adalah harta suami".
Namun Elissa tidak tinggal diam. Ia
terus berusaha menghindari dari
Allen. Ia pun semakin kritis
mempertanyakan ajaran agamanya
dan wewenang nabi yang semakin
hari dirasa semakin tidak masuk
akal. Ulahnya ini membuat panas
telinga para pemuka agama dan
anggota komunitas FLDS. Ia
diancam untuk melakukan
pertobatan darah yang mengancam
nyawanya. Pada suatu kesempatan
yang tepat Elissa melarikan diri dari
kelompok itu
Pada akhirnya Elissa melaporkan
perlakuan pemimpin FLDS terhadap
dirinya kepada polisi. Sang nabi pun
ditangkap dan diseret ke pengadilan.
Dari proses pengadilan terbongkar
bahwa Warren Jeffs yang dianggap
nabi, yang dianggap mewakili
Tuhan, ternyata tidak lebih dari nabi
palsu yang hanya ingin mencari
keuntungan belaka. Warren pun
dijatuhi hukuman atas tuduhan
pemerkosaan.
Buku ini, merupakan ungkapan hati
mewakili suara perempuan yang
cenderung dinomorduakan--atau
tidak didengar sama sekali--dalam
komunitas-komunitas agama.
Dalam komunitas FLDS ini misalnya,
seorang istri harus patuh kepada
suaminya. Ketidakpatuhan dianggap
sebagai bentuk perlawanan kepada
kehendak Tuhan, sedangkan
melawan kehendak Tuhan adalah
dosa akan membawa seseorang ke
dalam neraka.
Hal yang menarik adalah, Elissa tidak
tinggal diam. Ia harus bersuara
meskipun ia harus menjadi
"golongan murtad" bagi
komunitasnya. Itulah risiko yang
harus diambil Elissa untuk
memperoleh apa yang menjadi
haknya, yakni keadilan.
Buku ini juga mengingatkan kepada
pembaca bahwa atas nama ajaran
agama, seseorang dapat berbuat
apa saja untuk kepentingannya.
Bahkan otoritas tanpa batas yang
diberikan dapat diubah menjadi
berbagai bentuk kesemenaan yang
merugikan, dengan kata lain, hal
tersebut adalah awal kemunculan
kepemimpinan diktator. Oleh sebab
itu sikap kritis harus dimiliki agar
umat tidak terjebak kepada ajaran
yang menyesatkan.****