Hal-hal Yang Membatalkan Puasa

24 Agustus 2010

Hal-hal yang membatalkan puasa ada dua
macam: yang mewajibkan qadla' saja (tidak
kafarat), dan ada yang mengharuskan qadla' dan
kafarat. Kali ini, kita akan menampilkan yang
pertama, yang mewajibkan qadla' saja, menurut
4 mazhab besar : Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah,
dan Hanbaliyah.
A. Mazhab Hanafiyah
Hal-hal yang membatalkan puasa, dalam mazhab
Hanafiyah ini terbagi ke dalam 3 kelompok besar.
Pertama, memakan/menelan/meminum sesuatu
yang tidak selayaknya ia makanan. Masuk dalam
kelompok ini adalah hal-hal berikut:
memakan beras mentah.
makan adonan tepung yang tidak dimasak.
menelan obat-obatan (tanpa maksud yang jelas).
Memakan buah yang belum masak.
Memakan sisa-sisa makanan di mulut sebesar
kacang Arab (sama dengan setengahnya kacang
tanah).
Memakan garam banyak dengan sekali telan juga
mewajibkan qadla' (tidak kafarat), berbeda jika
menelannya sedikit-sedikit, maka selain qadla'
puasa ia juga wajib membayar kafarat.
Memakan biji-bijian.
Memakan/menelan kapas, kertas atau kulit, kerikil,
besi, debu, batu, uang kertas/perak atau
sejenisnya.
Memasukkan air atau obat ke dalam tubuh
dengan cara menyuntukkan melalui lubang
kemaluan, hidung, atau tenggorokan.
Meneteskan minyak ke dalam telinga (bukan air,
karena air tidak bisa meresap lebih jauh ke
dalam).
Masuknya air hujan atau salju ke dalam
tenggorokan tanpa sengaja, dan dia tidak
menelannya.
Sengaja muntah-muntah, atau mengeluarkan
muntah dengan paksa lantas ditelankannya
kembali, jika muntahannya itu memenuhi mulut;
atau walaupun tidak sampai memenuhi mulut
namun yang kembali tertelan minimal menyamai
biji kacang Arab, sementara dia sadar bahwa dia
puasa. Namun jika muntahan itu terjadi dengan
tanpa sengaja; atau kalaupun muntah secara
disengaja namun muntahannya tidak memenuhi
mulutnya; atau saat muntah dia lupa bahwa dia
sedang puasa; atau muntahannya itu berupa
lendir, tidak makanan; maka puasanya tidak batal.
Ini berdasar hadis "Barang siapa muntah dengan
tanpa sengaja maka dia tidak wajib mengqadla,
namun jika sengaja muntah-muntah maka
diwajibkan mengqadla'".
***
Jenis kedua adalah memakan/meminum/menelan
makan-makanan atau obat-obatan karena ada
udzur, baik itu berupa penyakit, dipaksa,
memakan/meminum/menelan secara keliru, atau
karena menyepelekan, atau karena samar. Masuk
dalam kategori ini adalah hal-hal berikut ini:
Masuknya air kumur ke dalam perut secara tak
sengaja.
Berobat dengan cara membedah tubuh bagian
kepala atau perut, lantas obat yang dimasukkan
mencapai otak atau perut.
Orang tidur yang dimasuki air ke dalam tubuhnya
dengan sengaja.
Orang perempuan yang membatalkan puasanya
dengan alasan khawatir sakit karena
melaksanakan suatu pekerjaan.
Makan atau bersenggama secara syubhat/samar,
setelah ia melakukan hal itu (makan atau
senggama) karena lupa.
Makan setelah ia berniat puasa pada siang hari.
Seorang musafir (orang yang bepergian) yang
makan saat niat puasanya dilakukan pada malam
hari setelah ia memutuskan untuk menetap
(mukim) di tempat ia berada.
Makan/minum/senggama pada saat fajar telah
terbit, namun ia ragu apakah fajar telah terbit.
Makan/minum/senggama pada saat matahari
belum terbenam, namun ia menyangka bahwa
matahari telah terbenam (telah maghrib).
CATATAN
Seorang yang makan atau melakukan hubungan
badan sejak sebelum terbitnya fajar, kemudian
fajar terbit, maka jika ia langsung
menghentikannya atau memuntahkan makanan
yang ada di mulutnya, maka hal tersebut tidak
membatalkan puasanya.
***
Jenis ketiga adalah pelampiasan nafsu seks/birahi
secara tak sempurna. Masuk dalam kategori ini
adalah hal-hal berikut:
Keluarnya mani dikarenakan berhubungan badan
dengan mayit atau binatang atau anak kecil yang
belum menimbulkan syahwat.
Keluarnya mani karena berpelukan atau adu paha.
Keluarnya mani karena ciuman atau rabaan.
Perempuan yang disetubuhi saat ia tertidur.
Perempuan yang menetesi kemaluannya dengan
minyak.
Memasukkan jari yang dibasahi dengan minyak
atau air kedalam anus, lantas air atau minyak itu
masuk ke dalam.
Bercebok sehingga ada air yang masuk ke dalam
melalui anus.
Memasukkan sesuatu sampai tenggelam
seluruhnya (kapas, kain, atau jarum suntik, dll) ke
dalam anus.(Jika tidak tenggelam seluruhnya,
maka tidak membatalkan puasa)
Perempuan yang memasukkan jarinya yang
dibasahi dengan minyak atau air ke dalam
vaginanya bagian dalam.
***
B. Mazhab Malikiyah
Dalam mazhab ini, hal-hal yang mewajibkan
qadla' (tanpa kafarat) ada 3 kategori berikut ini:
1. Membatalkan puasa-puasa fardlu (seperti qadla'
Ramadlan, puasa kafarat, puasa nadzar yang tidak
tertentu, puasanya orang yang haji tamattu' dan
qiraan yang tidak membayar denda). Adapun
puasa nadzar yang ditentukan, semisal bernadzar
puasa hari/beberapa hari/bulan tertentu, jika dia
membatalkan puasanya itu karena udzur seperti
haidl, nifas, ayan, gila, sakit, dll, maka ia tak wajib
mengqadla'. Namun jika uzdurnya sudah hilang
sementara apa yang dinadzarkannya masih
tersisa, maka ia wajib melakukan puasa pada hari
yang tersisa itu.
2. Membatalkan puasa dengan sengaja pada puasa
Ramadhan, selama syarat-syarat wajibnya kafarat
tak terpenuhi. Seperti batalnya puasa karena
udzur seperti sakit; atau karena udzur yang
menghilangkan dosa seperti lupa, kesalahan,
keterpaksaan; batalnya puasa karena keluarnya
madzi atau mani karena melamun/melihat/
memikir-mikir (sesuatu yang menimbulkan
syahwat), dengan tanpa berlebihan, namun
kebiasaannya keluar mani pada saat berhenti dari
tindakan itu. Singkatnya, semua puasa wajib
yang dibatalkannya wajib baginya mengqadla,
kecuali puasa nadzar tertentu yang dibatalkannya
karena udzur.
3. Membatalkan puasa dengan sengaja pada puasa-
puasa sunat. Karena menurut mazhab ini,
melakukan suatu ibadah sunat, hukumnya wajib
melakukannya sampai sempurna. Jika dibatalkan
secara sengaja maka harus mengqadlanya, dan
jika tanpa jika batalnya karena udzur tidak wajib
mengqadlanya.
Kesimpulannya, seseorang yang membatalkan
puasa (semua jenis puasa) dengan sengaja maka
ia wajib mengqadlanya, dan tidak wajib
membayar kafarat kecuali pada puasa Ramadhan
saja. Dan barang siapa yang batal puasanya (jenis
apa saja) karena lupa, wajib baginya mengqadla
(tidak kafarat), kecuali pada puasa sunat (tidak
wajib qadla' tidak pula kafarat).
***
Adapun hal-hal yang bisa membatalkan puasa,
dalam mazhab ini, ada 5 hal:
1. Bersengga yang mewajibkan mandi.
2. Keluarnya mani atau madzi karena ciuman,
belaian, dan melihat/memikir-mikir (sesuatu yang
menimbulkan syahwat) dan itu dilakukannya
dengan sengaja dan terus-terusan.
3. Muntah-muntah secara sengaja, baik
muntahannya itu memenuhi mulut atau tidak.
Namun jika muntah itu terjadi secara tak sengaja
maka tak membatalkan puasanya, kecuali jika ada
muntahannya yang kembali masuk ke perut
walau tak sengaja (maka batallah puasanya).
4. Sampainya sesuatu yang cair ke tenggorokan
melalui mulut, hidung, atau telinga, baik itu secara
sengaja, lupa, kesalahan, atau keterpaksaan.
Seperti air kumur atau saat gosok gigi. Masuk
dalam kategori hukum cairan ini juga, dupa dan
kemenyan jika dihirup kuat-kuat sehingga masuk
ke tenggorokan, asap yang diketahui (seperti
rokok-pent), bercelak dan berminyak rambut
pada siang hari jika rasanya sampai ke
tenggorokan, jika tidak sampai ke tenggorokan
tidak membatalkan puasa. Sebagaimana ia tak
membatalkan puasa, jika hal itu dilakukannya
pada malam hari).
5. Sampainya sesuatu ke pencernaan, baik zat cair
atau tidak, melalui mulut, hidung, mata atau
pangkal rambut, baik masuknya dengan
disengaja, keliru, lupa atau terlanjur. Adapun
suntikan pada lobang kelamin laki-laki tidak
membatalkan puasa. Begitu juga halnya
mengkorek-korek lubang telinga, juga menelan
sisa-sisa makanan yang masih menempel di
antara gigi-gigi tidak membatalkan puasa,
meskipun itu dilakukan dengan sengaja.
Demikian pula masuknya segala sesuatu, baik
berupa cairan atau tidak, ke dalam pencernaan
melalui lubang-lubang (menuju dalam tubuh)
yang berada di atas perut, baik lubang tersebut
lebar atau sempit, membatalkan puasa dan wajib
mengqadlanya. Beda dengan sesuatu yang
masuk melalui lubang bawah (perut), ia baru
dianggap membatalkan puasa jika lubang bawah
itu lebar (seperti lubang anus dan kelamin
perempuan), dan barang yang masuk itu berupa
zat cair (tidak benda yang keras).
Singkatnya, qadla' itu wajib bagi orang yang
membatalkan puasa-puasa wajib, baik itu
dilakukannya dengan sengaja, lupa, keterpaksaan;
baik pembatalannya itu haram, boleh, atau wajib
seperti orang yang membatalkan puasanya
karena kekhawatirannya akan sesuatu yang fatal
(jika ia puasa); baik pembatalan itu juga
mewajibkan kafarat atau tidak; baik puasa fardhu
itu asli atau puasa nadzar.