Naturalisasi Pemain Sepak Bola

11 Desember 2010

Siapa yang tidak kenal olahraga sepak bola, salah satu cabang olahraga yang paling banyak peminatnya di seluruh dunia. Dari penjuru ujung kampung hingga kota metropolitan dijamin pasti tahu sepak bola. Sekalipun ada yang tidak suka dengan sepak bola, sedikit banyak mereka pasti mengetahuinya. Itulah sepak bola dari kompetisi liga kampung hingga turnamen semacam piala dunia, bagi yang suka bola sungguh menarik minat, minimal bisa komentar sambil menggerutu jika tim nya kalah dan bersorak gembira jika menang.
Sekitar beberapa bulan lalu, PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) membuat wacana menarik untuk kemajuan sepak bola Indonesia yang hingga saat ini masih dianggap miskin prestasi dan tambah semakin ketinggalan walau hanya untuk kelas kawasan ASEAN ( AFF CUP dulunya Tigers Cup). Apalagi kelas piala dunia ya
Apa wacana itu? Wacana itu adalah mencoba menaturalisasi pemain-pemain bola di eropa sana yang dianggap mempunyai darah Indonesia. Untuk melihat daftar pemain bola keturunan Indonesia, klik di sini.
Secara sederhana, menurut saya naturalisasi adalah memberikan kewarganegaraan buat para pemain bola keturunan Indonesia itu sehingga mereka bisa menjadi anggota tim nasional Indonesia yang tentunya siap dimainkan ketika ada turnamen antar negara.
Beberapa pemain sudah ada yang datang seperti misalnya Irfan bachdim, Kim J Kurniawan, Alessandro Trabucco dalam laga amal bulan Agustus lalu di Malang dan Surabaya, sementara Sergio Van Dijk tidak bisa hadir karena harus membela klubnya di Australia.
Bagi saya, sebagai orang yang bukan pengamat bola tapi sebatas suka nonton bola, tentunya ide ini bisa dikatakan postif namun juga bisa menjadi bumerang bagi PSSI sendiri. Karena kebijakan menaturalisasi sesungguhnya bisa dikatakan program instan. Apakah hanya karena putus asa dalam pembinaan tim nasional sehingga jalan pintas pun diambil, dengan harapan mampu memberikan prestasi bagi Indonesia di bidang sepak bola. Atau hanya memainkan emosi sesaat masyarakat pencinta bola di tanah air jika kita juga bisa seperti negara-negara lain yang mudah menaturalisasi pemain bolanya.
Saya malah beranggapan, jangan sampai ketika kebijakan ini dijalankan para pemain bola keturunan itu sibuk menjadi selebritis baru (maklumlah bahasa Indonesia yang patah-patah biasanya disukai). Wajah menarik dan berbagai macam “keunggulan” daripada pemain Indonesia asli menjadikan mereka seperti anak manja; minta dilayani ini dan itu. Takutnya ujung-ujungnya malah menjadi bintang film atau sinetron daripada memajukan tim nasional Indonesia.
Belum lagi soal gaji, sanggupkah PSSI dan Kementerian Pemuda dan Olahraga membayar sekian banyak pemain yang akan dinaturalisasi.
Sementara liga Divisi Utama saja tiap provinsi harus berkorban bermilyar-milyar demi membentuk klub bola yang bonafid dengan menggunakan uang APBD. Belum lagi setiap pertandingan yang hampir selalu diwarnai tawuran, pengaturan skor hingga suporter yang tidak bisa menerima kekalahan tim kesayangannya.
Tugas utama PSSI dan Kementrian Pemuda dan Olahraga sebenarnya membenahi kompetisi jika ingin memajukan sepak bola Indonesia. Sambil melakukan tugas utamanya, proses menaturalisasai bisa dijalankan. Kalau pemain yang akan dinaturalisasi bersedia sih oke-oke saja. Tetapi kalau mereka tidak mau, bagaimana ya?
Penulis pernah mendengar wawancara M. Kusnaeni (wartawan olahraga disalah satu media cetak olahraga di Indonesia) bahwa tim Jerman saja perlu waktu 10 tahun untuk membangun tim sepak bola yang solid. Caranya dengan membina dan memantau pemain muda serta memperbaiki sistem kompetisi di dalam negeri.
Kita sudah 65 tahun merdeka dengan jumlah penduduk ratusan juta jiwa. Tetapi sepertinya susah sekali membuat tim sepak bola yang solid dan disegani Negara lain. Ada apa?
Tidak ada kata terlambat bagi PSSI untuk membangun tim sepak bola yang solid. Dengan dukungan para pecinta sepak bola, semoga cita-cita itu bisa tercapai. Maju dan berprestasi tim nasional sepak bola Indonesia.
Garuda di dadaku
Garuda kebanggaanku
Ku yakin hari ini pasti menang